dpwpkbjateng.id – Semarang – Di tengah maraknya narasi negatif terhadap dunia pesantren yang beredar di ruang publik, Ketua Fraksi PKB DPRD Provinsi Jawa Tengah, Abdul Hamid, menegaskan bahwa pesantren justru merupakan pendidikan asli Indonesia yang berperan besar dalam membentuk karakter bangsa.
Menurutnya, pandangan yang menyebut pesantren sebagai lembaga yang kaku, tertutup, atau hirarkis merupakan bentuk kesalahpahaman terhadap hakikat pesantren itu sendiri.
“Pesantren adalah sistem pendidikan yang didalamnya meninggikan adab dan perilaku. Di tengah arus liberalisme dan individualisme seperti sekarang, pesantren tetap menjadi benteng moral yang menjaga nilai-nilai luhur bangsa—sopan santun, gotong royong, dan penghormatan kepada guru,” ujar Abdul Hamid, yang merupakan anggota DPRD Jateng dari Dapil Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Batang, dan Pemalang.
Politisi PKB kelahiran Batang ini menjelaskan, hubungan antara kiai dan santri bukanlah hubungan kekuasaan, melainkan relasi spiritual dan intelektual yang berlandaskan kasih sayang, keikhlasan, serta penghormatan terhadap ilmu. Santri menghormati kiai karena keilmuan dan keteladanan yang ada.
Begitu pula kegiatan sosial di pesantren seperti “ro’an” (gotong royong) atau kerja bakti, lanjutnya, dilakukan bukan karena paksaan, tetapi sebagai bagian dari pendidikan karakter dan latihan tanggung jawab sosial.
Abdul Hamid menilai pesantren merupakan model pendidikan khas Nusantara yang tumbuh dari budaya bangsa sendiri. Sistem ini jauh sebelum berdirinya sekolah-sekolah modern sudah mengajarkan keseimbangan antara ilmu, moral, dan spiritualitas.
Pandangan tersebut juga sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, yang menekankan bahwa pendidikan harus berakar pada kebudayaan bangsa sendiri.
“Ki Hadjar Dewantara pernah mengatakan, ‘Pendidikan adalah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Pandangan ini sejalan dengan sistem pesantren, yang menuntun santri menjadi manusia berilmu, beradab, dan bermanfaat bagi sesama,” kata Abdul Hamid.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa nilai-nilai pesantren seperti keikhlasan, kebersamaan, dan tanggung jawab sosial harus terus ditumbuhkembangkan dalam berbagai relasi kehidupan di negara ini. Bukan hanya dalam pendidikan keagamaan, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, berpolitik, dan bersosial.
“Semangat dan nilai-nilai pesantren harus menjadi fondasi moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena dari pesantrenlah lahir manusia Indonesia yang berjiwa luhur, berakhlakul karimah, dan cinta tanah air,” ujarnya.
Abdul Hamid menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa pesantren adalah pilar moral dan benteng karakter bangsa. Ia berharap nilai-nilai pesantren dapat terus diwariskan dan dikembangkan agar menjadi inspirasi dalam membangun Indonesia yang beradab dan bermartabat.
“Kalau bangsa ini ingin kuat dan berkepribadian, maka pendidikan pesantren harus terus dijaga dan dikembangkan. Sebab pesantren adalah jantung pendidikan asli Indonesia yang menumbuhkan manusia beradab,” pungkasnya.
(Irfan Rosyadi)
