dpwpkbjateng.id – Semarang, Program pembangunan rumah rakyat menjadi salah satu agenda prioritas pemerintah pusat. Melalui program sejuta rumah yang kini ditingkatkan menjadi tiga juta rumah, pemerintah berupaya menjawab persoalan backlog perumahan yang masih tinggi di berbagai daerah. Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi dengan jumlah penduduk besar, ikut mengambil peran penting dalam mewujudkan target nasional tersebut.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sendiri telah mendorong kabupaten dan kota untuk memberikan dukungan nyata, salah satunya dengan kebijakan pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Langkah ini dimaksudkan untuk meringankan beban masyarakat yang hendak membeli rumah subsidi dan sekaligus mempercepat kepemilikan rumah layak huni.
Ketua Komisi D DPRD Jateng dari Fraksi PKB, Nur Sa’adah, menyambut baik kebijakan tersebut. Menurutnya, keberanian daerah menghapus beban biaya tambahan merupakan bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil.
“Ini bukan sekadar keringanan biaya, tetapi sebuah pintu masuk yang memberi harapan nyata bagi banyak keluarga untuk memiliki rumah sendiri,” ujarnya kepada pemberitaan Fraski PKB, Selasa (16/9).
Meski demikian, Politisi PKB Dapil Demak, Jepara dan Kudus ini menyoroti masih adanya perbedaan aturan antar daerah. Ada daerah yang membuka kesempatan bagi semua warga untuk menikmati pembebasan BPHTB, namun ada pula yang membatasi hanya untuk warga ber-KTP lokal. Perbedaan ini, menurutnya, bisa memunculkan rasa tidak adil bagi masyarakat yang bekerja atau berdomisili di luar daerah asalnya.
“Mobilitas masyarakat sekarang sangat tinggi. Banyak orang merantau untuk mencari penghidupan. Kalau kebijakan masih dibatasi domisili, justru mereka yang seharusnya berhak bisa kesulitan,” kata Nur Sa’adah.
Selaku Ketua Komisi D yang salah satunya membidangi infrastruktur daerah, ia mendorong agar Pemprov Jateng tidak hanya menjadi fasilitator, tetapi juga penghubung yang menyatukan kebijakan di seluruh daerah. Keseragaman aturan, menurutnya, penting agar semua masyarakat berpenghasilan rendah bisa mendapat kesempatan yang sama tanpa diskriminasi.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya kerja bersama lintas sektor. Program perumahan tidak bisa berdiri sendiri. Pemerintah daerah, pengembang, lembaga perbankan, hingga instansi teknis seperti BPN dan PLN perlu berjalan seirama agar proses memiliki rumah lebih cepat dan tidak rumit.
Bagi Nur Sa’adah, kebutuhan rumah rakyat bukan hanya soal jumlah unit, tetapi juga kualitas bangunan, akses air bersih, listrik, jalan, serta kepastian hukum yang melindungi penghuninya.
“Rumah subsidi jangan hanya murah di brosur, tetapi harus benar-benar layak dihuni, aman, dan mampu menjadi tempat keluarga membangun masa depan,” tegasnya.
Dengan begitu, program besar seperti program dari pemerintah pusat yaitu pembangunan tiga juta rumah tidak hanya menjadi capaian angka semata, melainkan benar-benar menghadirkan rumah yang bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat kecil di Jawa Tengah.
(Irfan Rosyadi)
